Daftar Blog Saya

Jumat, 17 Agustus 2012

BATIK BATANG


1.    Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat Batang
Kabupaten Batang yang berada di bentangan pesisir utara pulau dahulunya  merupakan sebuah kota pelabuhan yang sudah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Prasasti Sojomerto yang ditemukan di daerah Kabupaten Batang merupakan bukti sejarah bahwa daerah Batang merupakan wilayah pemukiman tua karena prasasti tersebut menjelaskan tentang silsilah Syailendra yang menjadi cikal-bakal dari raja-raja di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Batik Batang sebagai warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Batang merupakan potensi budaya daerah Batang yang berkembang karena pengaruh-pengaruh dari budaya pada masa keratonan yang masih dilestarikan sampai sekarang. Batik Batang diperkirakan sudah ada sejak masa Sultan Agung (1613 – 1645) atau bahkan sejak masa kerajaan Majapahit. Batik Batang sebagai kain batik yang dibuat dan dipakai di daerah kabupaten Batang memiliki ciri-ciri motif dan warna spesifik batik yang khas Batangan (William Kwan HL: 2010).
Batik Batang pada umumnya dapat dikenali dari corak warna sogan ireng-irengan atau coklat kehitam-hitaman yang khas dari daerah Batang. Bapak Kunarudi (60 tahun) mengungkapkan bahwa Batik Batang digolongkan sebagai batik Keratonan karena corak warna sogan dari batik Batang. Batik keratonan Batang berbeda dengan batik-batik keratonan dari daerah Solo dan Jogjakarta. Saudara Santoso (28 tahun) menuturkan bahwa Batik Batang mempunyai corak warna sogan yang lebih gelap dibandingkan dengan corak-corak sogan batik dari daerah lain.
“Sogane batik Batang kuwi sogan ireng-irengan, dadi coklate coklat tuo, bedo karo sogane Solo sing coklate coklat sing enom. Nek sogane batik Yogyo si podo bae coklat tuo, tapi coklate bedo karo coklate batik Batang, terus sakliyane coklate bedo, batik Yogyo kuwi warna latare putih, lha nek batik Batang warna sogan sing dadi latar”
Artinya :
“Sogan batik Batang itu sogan kehitam-hitaman, jadi warna coklatnya itu coklat tua, berbeda dengan sogan batik Solo yang warna coklatnya adalah coklat muda. Corak sogan pada batik Jogja warnanya juga coklat tua, tapi warna coklatnya berbeda dengan warna coklat pada batik Batang, kemudian selain warna coklatnya berbeda, batik Jogja warna latarnya adalah warna putih, sedangkan pada batik Batang warna soganlah yang dijadikan sebagai warna latarnya”
Warna sogan pada batik Batang biasanya digunakan sebagai warna dasaran kain batik Batang yang pada umumnya menampilkan motif berwarna putih dengan ciri khas remukan di dalam motif batik Batang tersebut. Remukan yang dimaksudkan pada batik Batang sesuai dengan penuturan Bapak Abdul Majid (62 tahun) yaitu gambaran serat-serat yang ada pada bagian dalam motif batik Ba.tang yang memberikan nilai-nilai seni tersendiri pada batik Batang. Batik Batang berbeda dengan batik-batik yang berasal dari daerah lainnya karena proses pengrajinan batik Batang pun berbeda dengan proses pengrajinan batik-batik dari daerah lainnya. Tahap peremukan lilin malam dalam proses pengrajinan batik Batang yang dilakukan untuk menghasilkan aksen remukan pada motif-motif batik Batang menurut ungkapan Bapak Ahmad Toha (39 tahun) tidak dilakukan pada proses pengrajinan batik di daerah lain, oleh karena ciri khas remukan yang ada pada motif-motif batik Batang tidak ditemukan pada batik-batik yang berasal dari daerah lainnya.
Gambar 3. Tahap ngremuk pada proses pembuatan batik Batang
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 17 Juni 2012)
Proses pengrajinan batik tulis khas Batang pada umumnya adalah sebagai berikut :
a.       Nglengreng, menggambarkan motif langsung pada kain.
b.      Ngisen-isen, memberi variasi motif yang telah di lengreng.
c.       Nembok, menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
d.      Ngobat, Mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan zat warna.
e.       Ngremuk, Meremukkan lilin malam agar mendapatkan gambaran remukan (serat-serat) pada motif.
f.       Nglorod, Menghilangkan lilin malam dengan cara direbus dalam air mendidih (finishing).
Proses pengrajinan batik Batang di atas sesuai dengan pernyataan dari Bapak Ahmad Toha (39 tahun) yang merupakan seorang pekerja pengrajin batik Batang di daerah Bogoran, Kelurahan Kauman, Kecamatan Batang Kabupaten Batang.
“Pertama-pertamane nggawe batik Batang kuwi nglengreng utowo mbatik’i motif ndisek, terus ngisen-isen nggo variasi motif’e, bar kuwi nembok’i sing orak apak diwarnai, terus ngobat nggo nge’i werno, terus ngremuk’i malam, terakhir nembe nglorod’i malam’e”
Artinya :
Tahap awal dalam proses pengrajinan batik Batang adalah nglengreng atau membatikkan motif terlebih dahulu, lalu ngisen-ngisen untuk memberikan variasi motif, kemudian mengeblok bagian yang tidak akan diwarnai, kemudian memberikan obat warna, setelah itu meremukkan malam, dan terakhir adalah nglorod atau menghilangkan lilin malam pada kain.”
Tahapan ngisen-isen pada proses pembuatan batik tulis khas Batang biasanya memberikan detail lentreng terusan dengan motif yang rapat, saling menyambung dan tembus bolak-balik pada dua sisi kainnya. Detail lentreng terusan yang ada pada batik Batang menurut penuturan Bapak Burhan (41 tahun) menjadi salah satu ciri khas tersendiri pada batik Batang karena hanya dilakukan pada kain-kain batik Batang.
Proses pembuatan batik tulis khas Batang mempunyai perbedaan dengan proses pembuatan batik cap khas Batang dalam tahap pembatikan motif pada kain yang akan dijadikan sebagai kain batik Batang. Bapak Abdul Majid (62 tahun) mengungkapkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tahapan pembatikan dalam proses pembuatan batik cap khas Batang juga jauh lebih singkat dibandingkan dengan tahap pembatikan dalam proses pembuatan batik tulis khas Batang. Proses pembuatan batik cap khas Batang terbilang lebih sederhana karena tahapan nglengreng, tahapan ngisen-isen dan tahapan nembok yang dilakukan pada proses pembuatan batik tulis khas Batang digantikan sekaligus dengan satu tahapan mengecapkan stempel motif pada kain.
Gambar 3. Tahap pengecapan pada proses pembuatan batik Batang
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 17 Juni 2012)
Perbedaan batik-batik yang berasal dari daerah Batang dengan batik-batik yang berasal dari daerah lainnya bukan hanya karena proses pembuatannya yang berbeda, melainkan juga karena Batik Batang memiliki ciri khas tersendiri yang merupakan suatu bentuk representasi dari nilai-nilai seni budaya serta kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Batang. Masyarakat Batang sesuai dengan pembagian Bentang Kebudayaan masyarakat Jawa digolongkan sebagai masyarakat Jawa Pesisiran karena lokasi daerah Kabupaten Batang berada dalam lingkup wilayah pesisir utara pulau Jawa di bagian Barat Provinsi Jawa Tengah. Para penduduk pesisr utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisiran (Susesno, 2001: 11). Daerah Batang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa dahulunya merupakan daerah kota pelabuhan yang menjadi tempat menepinya kapal-kapal niaga asing yang masuk ke pulau Jawa. Kapal-kapal niaga yang masuk ke pulau Jawa tidak hanya membawa barang dagangan, namun juga membawa pengaruh kebudayaan asing masuk ke daerah Batang. Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) menjelaskan bahwa pengaruh-pengaruh budaya asing yang berkembang di daerah Batang turut membawa perubahan yang menyebabkan motif-motif dan warna pada Batik Batang menjadi lebih beragam.
“Dari cerita-cerita yang saya dengar, Batik Batang itu awalnya hanya menggunakan warna sogan, akan tetapi akhirnya warnanya menjadi lebih beragam karena daerah Batang sebagai daerah pelabuhan yang banyak mendapatkan pengaruh dari budaya-budaya luar.”
Masyarakat Batang dalam perkembangannya sebagai masyrakat Jawa pesisiran banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan agama Islam yang masuk ke daerah Batang. Masyarakat Batang sebagai masyarakat Jawa yang mayoritas juga beragama Islam cenderung mengakulturasikan budaya Jawa dengan ajaran-ajaran dari agama Islam. Batik Batang sebagai warisan budaya dari nenek moyang masyarakat Batang turut mendapatkan pengaruh dari ajaran-ajaran agama Islam melalui perwujudan motif-motifnya. Batik Batang yang mendapatkan pengaruh-pengaruh dari ajaran agama Islam menurut Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) biasanya disebut juga sebagai Batik Batang Rifa’iyahan. Nama Batik Rifa’iyah sendiri diambil dari nama komunitas masyarakat yang membuat batik tersebut, yakni komunitas masyarakat Islam Rifa’iyah. Komunitas masyarakat Islam Rifa’iyah merupakan sebuah komunitas yang melakukan gerakan pembelajaran agama Islam yang lahir di daerah Kalisalak, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Masyarakat Islam Rifa’iyah di Kabupaten Batang pada umumnya juga mengenal dan melakukan kegiatan membatik sebagai sebuah tradisi budaya yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat Batang.
Batik Rifaiyah pada umumnya tetap menggunakan corak warna sogan ireng-irengan yang sudah menjadi ciri khas batik Batang sebagai batik yang bercorak keratonan, meskipun demikian motif-motif pada batik Rifa’iyah banyak dipengaruhi pula oleh gaya batik pesisiran yang beradaptasi dengan unsur-unsur kebudayaan asing seperti Cina, Belanda, dan juga Arab. Pengaruh ajaran-ajaran agama Islam terhadap motif-motif batik Rifaiyah terdapat dalam prinsip bahwa ragam hias yang boleh digunakan sebagai motif-motif pada batik Rifaiyah harus diyakini tidak menimbulkan syirik bagi pembuat maupun pemakainya. Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) menjelaskan bahwa motif-motif pada batik Rifa’iyah secara keseluruhan hampir tidak ada yang mengunakan gambar berwujud makhluk yang hidup seperti manusia ataupun binatang. Gambar-gambar bentuk binatang yang terkadang terdapat pada batik Rifa’iyah bentuknya pasti tidak sempurna atau hanya menyerupai saja karena penggambaran makhluk hidup dalam batik Rifa’iyah memang harus selalu disamarkan.
“Gambar-gambar motif batik Batang yang berupa binatang biasanya disamarkan dengan rupa-rupa bentuk tumbuhan agar gambarnya tidak benar-benar berwujud binatang yang bernyawa.Contohnya gambar burung yang ekornya dibuat seperti rangkaian dedaunan. Motif Pelo Ati yang khas Batang yang gambar sebernarnya adalah gambar bagian dalam organ tubuh hewan pun juga disamarkan agar menyerupai tumbuhan”.
Motif Pelo Ati yang diciptakan oleh masyarakat Islam Rifa’iyah di Kabupaten Batang menurut Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) merupakan salah satu bentuk wujud penyesuaian motif-motif batik Batang dengan ajaran-ajaran agama Islam yang menghindari penggunaan gambar-gambar berupa wujud dari makhluk hidup yang bernyawa. Rupa gambar motif Pelo Ati seperti bentuk rempela hati ayam yang disamarkan dengan ornamen-ornamen bunga dan juga dedaunan agar terlihat seperti gambar rangkaian tumbuh-tumbuhan. Motif Pelo Ati mengandung pesan makna bahwa manusia harus selalu bisa hidup seimbang dengan menggunakan hati nuraninya.
Gambar 4. Batik Batang Rifa’iyah motif Pelo Ati – Kembang Tanjung
(Sumber : William Kwan HL, 23 Februari 2010)
2.   Ragam Gaya Batik Khas Batang
Wilayah Kabupaten Batang secara keseluruhan merupakan kombinasi dari daerah pengunungan, perbukitan dan dan juga dataran rendah yang terbentang di pesisiran utara pulau Jawa. Keberagaman bentuk topografi daerah Batang memberikan potensi keberagaman budaya di wilayah Kabupaten Batang. Keberagaman budaya yang ada di daerah Batang dapat terlihat pula pada batik-batik Batang yang cenderung variatif. Presentasi Hasil Penelitian yang berjudul “Sebuah Upaya Awal Penggalian dan Pengembangan Budaya Batik di Kabupaten Batang” oleh William Kwan pada tahun 2010 menyebutkan bahwa batik Batang pada umumnya digolongkan ke dalam dua kategori gaya, yaitu gaya keratonan dan gaya pesisiran. Unsur-unsur yang ada pada batik Batang keratonan biasanya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan Hindu-Budha, sedangkan batik Batang Pesisiran biasanya dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya China, Belanda dan Rifaiyah.
a.      Batik Batang keratonan
Batik Batang keratonan dengan ragam gaya khas keratonan dikenal juga sebagai batik Batang Jawa, batik vorstenlanden atau batik Batang pedalaman. Batik Batang keratonan banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Hindu-Buddha India. Bapak Eman Tri Warsono Batang Batik Batang keratonan pada umumnya kerap disebut juga dengan istilah Batik Batangan. Corak warna pada batik Batang keratonan banyak menggunakan corak warna sogan ireng-irengan atau coklat kehitam-hitaman.
Motif-motif pada batik Batang keratonan terdiri dari motif berbentuk geometris dan campuran motif geometris dengan motif bebas. Batik Batang yang mendapat pengaruh motif kraton Mataraman banyak menggunakan motif-motif udan liris, sido mukti, romo ukel, kawung, parang atau seno, dan lain sebagainya. Motif lokal batik Batang keratonan antara lain motif manggaran, kembang cepoko, gemek setekem, dan lain sebagainya. Batik-batik Batang keratonan juga mempunyai motif-motif yang merupakan campuran dari beberapa motif, contohnya adalah motif parang karna dan parang tempe.
Gambar 5. Batik Batang Keratonan Motif Parang Seno
(Sumber :Dokumentasi pribadi, 10Juli 2012)
b.      Batik Batang Pesisiran
Batik Batang pesisiran banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya China, Belanda, dan Islam Timur Tengah. Warna-warna pada batik Batang pesisiran cenderung lebih beragam dibandingkan dengan corak warna batik Batang keratonan. Batik-batik Batang pesisiran tidak hanya menggunakan corak warna sogan, melainkan juga corak warna non soga yang seperti warna-warna merah, biru, ungu dan hijau. Batik Batang pesisiran berdasarkan ragam gaya motifnya dibedakan menjadi batik Batang pesisiran gaya Tionghoa/Cina, batik Batang pesisiran gaya Belanda, batik Batang pesisiran gaya Islam/Rifa’iyah dan batik Batang pesisiran gaya bebas. Batik Batang pesisiran gaya Tionghoa/Cina contohnya adalah motif tiga negeri, banji kotak, banji kitir dan nyah Pratin. Batik Batang pesisiran gaya Belanda misalnya adalah batik motif buketan dan cerita rakyat Eropa. Batik Batang pesisiran gaya Islam/ Rifa’iyah contohnya motif pelo ati ayam, elawati dan jeruk no’i.
Gambar 6. Batik Batang motif jeruk noi
(Sumber : William Kwan HL, 23 Februari 2010)

1 komentar: